venerdì 17 settembre 2010

#Secangkir Teh

(sambungan Chapter V)
-----------------------------
Mereka duduk di meja dengan tulisan RECEIVED tersebut. Kara tersenyum pada ibu yang dipanggilnya nenek tersebut. "Nenek mau minum apa? Aku mau pesan teh."

"Samakan saja. Tidak pakai gula ya ingat!" jawab neneknya.

Kara datang ke arahku. "Kali ini dua. Satu tidak pakai gula!" pesannya padaku dengan suara yang luar biasa riang. Sangat langka menemuinya dengan wajah dan suara seriang itu.

Aku menyiapkan pesanannya sementara Kara membayar di kasir. Aku memperhatikan ibu-ibu tua itu. Matanya teduh menatap keluar jendela kafe. Di luar sana jalanan kembali lumpuh, kendaraan berjejer menikmati kemacetan Jakarta di petang hari. Klakson bersahut-sahutan tidak keruan. Tapi ibu-ibu tua itu tetap menatapnya dengan ketenangan tersendiri.

Aku mengantarkan dua teh tersebut. Ibu itu mengucapkan terimakasih padaku yang kubalas dengan senyum tulus. Matanya biru itu yang aku baru sadar. Pasti pesona masa mudanya terletak dari mata biru tersebut.

"Sejak kapan nenek tiba di Jakarta?" tanya Kara begitu dia duduk di tempatnya.

"Tadi siang. Nenek menginap di hotel bukan di rumah ibumu," jawab ibu tersebut.

"Tapi mama tahu nenek di Jakarta? Nenek sama siapa ke Jakarta? Jogja-Jakarta itu jauh lho, nek."

"Nenek ke sini sendiri naik kereta. Ibumu tidak tahu, nenek ke sini ingin bertemu denganmu dan ayahmu."

"Aku? Sama papa? Tapi kan anak nenek mama."

"Dan kamu cucuku bukan?"

Kara tersenyum tersipu. "Diminum nek tehnya," tawar Kara.

-------------------------------
bersambung...

Nessun commento:

Posta un commento