venerdì 16 luglio 2010

#Secangkir Teh

(sambungan Chapter I)

--------------------------
Jeff menarik nafas. "Masalah? Selama ini aku tidak pernah merasa kita punya masalah."

"Sesungguhnya itu masalah terbesar kita. Karena kamu tidak tahu bahwa kita punya masalah, Jeff," tegas Kara. Dia terdiam sejenak, menyeruput tehnya. Rautnya yang khawatir kembali normal. Dia bersandar di kursinya.

"Kita sudah tiga bulan bersama Kara, seharus..."

"Seharusnya apa?!" potong Kara. "Tiga bulan bersama? Apa yang bersama? Aku bukan pacarmu, Jeff! Ingat! Aku bukan siapa-siapamu. Aku hanya... aku hanya orang yang selalu kau kecup, selalu kau harap menjadi milikmu, selalu dan selalu kau anggap mencintaimu."

Aku melihat Jeff mulai gelisah di tempatnya duduk. Jakunnya naik turun di lehernya yang panjang. "Kara..."

"Kau tidak pernah menyatakan apa-apa padaku yang meminta aku untuk menjadi kekasihmu!" sela Kara lagi.

"Tapi mengapa tidak pernah kau katakan padaku bahwa kau tidak mencintaiku? Kenapa kamu tidak pernah marah ketika aku mengecupmu, menggenggam tanganmu, merangkulmu, mengatakan cinta setiap malam, berkencan denganmu, dan..."

"Kamu terlalu batu. Kamu tak pernah dengarkan apa yang aku katakan. Ingat apa yang pertama kali keluar dari mulutku ketika malam pertama kau mengecupku," desis Kara dia mulai tidak ingin ada seseorang yang menguping. Tapi aku masih tetap bisa mendengarnya.

Jeff menggeleng.

"Aku tidak suka menjadi milik siapa-siapa. Aku tidak suka menjadi kekasih siapapun."

"Selama ini kau mempermainkanku."

"Iya jika memang perlu. Itu masalah kita. Kau tidak pernah sadar."

Mulut Jeff berkerut. Dia memukul meja cukup keras hingga aku terkaget. Namun Kara tidak tersentak. Dia terlihat dingin dengan tatapannya yang gelap itu.

"Ada banyak hal yang harus kau tahu, Kara..."

"Tentang apa? Cinta? Bullshit! Bawa saja jauh-jauh. Kamu hanya akan seperti laki-laki pada umumnya. Seakan mengistimewakan wanitanya, mendekati mereka, dan memuaskan dirimu sendiri. Perlahan-lahan kau tinggal mereka."

"Demi Tuhan! Sampai sekarang pun kamu masih hidup dengan stereotip macam itu?"

"Aku terlalu picik untuk percaya pada omong kosong. Atau mungkin terlalu realistis untuk tidak mengenal cinta," ralat Kara. Dia maju menatap Jeff. "Dengar Jeff, aku hanya ingin memperjelas masalah kita. Kita terlalu banyak berpanjang lebar."

"Apa? Apa? Katakan padaku!"

"Masalah kita adalah kamu terlalu baik, kamu terlalu tampan, kamu terlalu tidak pernah mendengarkanku, kita terlalu sering berada pada garis demi kebahagianmu, aku bukan milikmu, dan aku tidak suka mendengar kata cintamu, tapi..."

"Ya tapi?"

"Aku menyukai setiap detik yang kulalui denganmu. Bercinta denganmu seperti..."

"Cukup!"

Kara terdiam. Jeff terdiam. Aku terdiam. Menunggu detik-detik kosong itu berlalu dari gerak keheningan.

Jeff memulai lebih dahulu, "Aku mencintaimu Kara. Kamu seperti racun dalam tubuhku, percaya padaku aku... ketagihan padamu."

"Ketagihan?!!!" pekik Kara dengan suara tercekat.

"Atau halusnya, saya terkena pengaruh adiktif," jelas Jeff dengan mata yang mengawang-awang. "Kara...!" Dia mencoba menyentuh tangan Kara di atas meja, namun gadis itu cepat-cepat menarik kedua tangannya dari atas meja. "Kara please..."

"For what?"

"Be my girl."

"Tinggalkan bonmu pergi dari sini dan aku akan bayar semua makananmu. Aku muak melihat wajahmu."

Jeff tak bergerak di hadapan Kara. Kara mendengus kesal dan berkata, "Aku tinggalkan bon ku dan bayar itu semua. Selamat sore."

Hari itu aku melihatnya menghancurkan hati seseorang. Di hari pertamaku bertemu dengannya. Di hari pertama dia datang ke kafe kakak. Di hadapan orang pertama yang menjadi teman bicaranya di kafe ini. Dan di hari ini dia pergi terlebih dahulu sebelum lawan bicaranya pergi. Dia menghilang dari balik pintu itu. Dan Jeff... dia tetap di tempatnya sampai aku menyuruh Lila menegurnya dan memberikan secangkir teh hangat secara gratis agar pria itu tenang setelah ditinggal wanita dingin yang telah mempermainkannya.

Saat itu aku benar-benar mengira Kara tidak akan kembali ke kafe itu. Tapi ternyata aku salah...

----------------------------

bersambung...

Nessun commento:

Posta un commento