domenica 27 dicembre 2009

Petang Pulang Tengah Malam

ini sebuah catatan merah. yang tidak saya tulis dengan huruf besar. dan tidak dipertegas dengan cetak tebal. karena saya rasa kisah hidupnya terlalu datar. dan apa yang dia lalui di hidupnya terlalu berat dipegang sendiri. ketika hanya dia yang akan datang di segala kesedihan-kesedihan yang merasuk dan membaginya menjadi reruntuhan nista tak berarti yang tidak akan pernah saya tahu apa maksudnya melakukan hal tersebut... dan bagaimana jika saya sajikan dalam bentuk syair... maukah kamu membacanya? meresapi kisahnya?

====================================
jalanan di jakarta masih sama seperti biasanya. riuh rendah kendaraan yang beriring mengejar lampu merah, kuning, hijau. dan petang mengintip dari celah-celah beton-beton reformasi. sedang aku terduduk di sebuah kijang kapsul warna biru dalam bisu, tubuh meriang karena dingin, pundak melemah karena merangkul tas, dan tangan gemetar karena takut tiba selepas adzan maghrib.
dan di tepian jalanan jatinegara pada masa itu (di mana semua orang masih kenal saya sebagai gadis yang kalau bicara ceplas-ceplos dan sangat-sangat pintar) saya melihatnya. ketika wajah malam menunjukkan tampang. dan hingar bingar sangar mempengaruhi segala prasangka. kalut mengembang lebih parah dari kelabunya kabut. dan saya kembali melihatnya.
kali ini dia berjalan seorang diri. menyusuri trotoar abu-abu beku. di mana semua orang tak tatap dia punya wajah. padahal dia cantik. dia begitu elok. bahkan dia lebih cantik dari yang terakhir kali saya lihat.
namun...
apa itu???
mengapa dia kenakan gincu untuk hiasi pendar-pendar wajah halus mungilnya yang tak bercela dengan noda jerawat dan memoles merah bibirnya yang penuh dan sangat aduhai?
mengapa dia kenakan setelan yang begitu minim yang mempertontonkan lengan perawannya yang tidak tersentuh dan menampilkan kaki jenjangnya yang indah dan mulus?
mengapa dia tunjukkan betapa payudaranya merekah membuncah?
dia terlalu muda... terlalu muda untuk itu semua.
saya berhenti lebih lama... karena si supir ingin tarik penumpang lebih banyak demi kejar setoran untuk anak istri di rumah. dan sisi jalanan itu... semakin ramai dengan para kriminil teri dan pedagang kaki lima juga orang-orang pulang kantor yang berlari dengan waktu.
saya ingat gadis itu.
kemarin lalu dia datang minta saya sediakan rumah untuk melindunginya dari dingin.
kemarin lalu dia datang minta saya jadi teman untuk dengar segala cerita-ceritanya.
kemarin lalu dia datang minta saya tersenyum karena saya terlarut dalam sedih dan bingung.
kemarin lalu dia datang minta saya ingat saya gadis yang lebih kuat dari siapapun.
kemarin lalu dia datang minta saya kembali ke atas genting rumah dan menatap langit senja seperti yang dia pernah ajarkan pada saya pada waktu-waktu lalu ketika kami masih kecil.
kemarin lalu dia datang minta saya menyaksikannya menghancurkan bulir-bulir kesedihannya.
kemarin lalu dia datang...dan bilang... selamat tinggal sahabat.
tidak pernah ada banyak yang tahu.
tidak pernah satupun yang tahu.
itu mengapa saya beri satu judul puisi Karena Salju Tidak Pernah Turun di Sini.
karena gadis itu tidak akan pernah kembali lagi.
dia tidak melihat saya. dalam hening bisu yang bergerak dan angin berhembus lewat celah-celah jendela. adzan maghrib berkumandang merasuk dalam telinga dan menyadarkan saya. saya tidak akan kembali ke rumah dengan sambutan hangat hari ini.
tapi saya kembali melihatnya. korban penggerakan jaman.
dia yang selalu bilang "gue ga pernah berlomba-lomba dengan bayangan. toh gue akan berjalan beriringan dan dia hanya datang ketika ada sinar."
dia selalu percaya dia yang paling bersinar.
dan derita yang digenggamnya terlalu sulit untuk dipegang.
aduh gadis aduh gadis...
kijang kapsul ini bergerak ketika mobil terisi penuh oleh penumpang.
akhirnya dia menatap saya, tersenyum dalam pilu dan tubuh indahnya bergerak menjauh ketika saya melihat seorang pria mengecup lembut pipinya...
hai gadis jika lain waktu kau datang... tolong bagi kisah di tengah malam
ketika kita biasa bertukar cakap dan lalu kau akan baringkan dirimu menatap bulan...
entah kapan semua akan berulang...

Nessun commento:

Posta un commento