Biasanya anak SMA dan anak kuliahan bingung cari dana usaha di mana. Saya mau kasih alternatif nih kalau mau dapat uang dengan total Rp 2.250.000,00 per lomba. Akan ada 3 lomba dalam rangka Fisipers Days 2012 yang tahun ini mengusung tema besar Travelling di Indonesia. Acara ini diselenggarakan oleh Badan Otonom Pers Mahasiswa FISIP UI (FISIPERS UI).
Ada lomba apa aja?
Sayembara Bumi Aksara, LOMBA MENULIS FEATURE.
Sayembara Rekam Jejak, LOMBA FOTOGRAFI.
Sayembara Gubahan Taswir, LOMBA DESAIN POSTER.
Ga perlu daftar pakai formulir kok.
Cukup biaya pendaftaran sebesar Rp 20.000 untuk pelajar SMA dan Rp 35.000 untuk mahasiswa dan umum.
Karya dikirimkan lewat email dan menyertakan scan bukti pembayaran pendaftaran dan scan identitas diri ke alamat fisipersdays2012@gmail.com.
DEADLINE 18 November 2012. Udah dekat sih, tapi ayo semangat kirim selama belum banyak yang ngirim nih, kesempatan masih banyak. Kalau kamu lagi cari dana usaha untuk acara ajak aja teman-teman panitia kamu untuk ikut sekaligus nyalurin bakat siapa tahu kesempatan untuk menang semakin lebar.
Hak cipta tetap jadi milik kamu, tetapi FISIPERS UI berhak mempublikasikannya.
Untuk info lebih lanjut dan melihat profil juri serta mengunduh brief untuk memperjelas paparan tema bisa kunjungi http://fisipersdays2012.weebly.com.
Ada saat ketika kita melihat diri sendiri begitu hebat dipenuhi potensi dan selalu didorong untuk menjadi lebih baik. Nyatanya ada sisi pengecut di sela-sela hati yang begitu terpesona dengan diri sendiri. Narsisme kadang mengalahkan rasa ingin berkembang. Lalu ketika kita melihat langit di atas kita, kita sadar bahwa kita nggak ada apa-apanya dibanding awan-awan di sana. Bahkan mungkin awan-awan di langit itu awan baru yang menguap tadi siang karena cuaca terik dan ditempa dengan hawa panas.
Ya pada akhirnya, sisi pengecut itu timbul lebih besar dan mulai ada pertanyaan:
"Beranikah kita menjadi awan?"
Dari paparan tersebutlah muncul pemikiran soal Ekspansi Hidup.
Ya, bagi orang kayak gue yang hidupnya terkesan flat karena nggak punya prestasi menonjol, ekspansi hidup jadi sebuah proyek.
Gue bingung bagaimana memupuk niat dan darimana asalnya gue memulai ekspansi hidup ini. Gue kadang melihat diri gue kayak jagoan kandang. Oke ini istilah yang agak sombong, tetapi yaaa gue emang cuma berani main lokal biarpun juga jarang berhasil dengan mulus. Gue bukan yang nomor satu, tetapi selalu kepengen jadi nomor satu. Namun ketika ada kesempatan, gue suka mengurungkan niat.
Dalam konsep ekspansi hidup, gue adalah kapten yang gagal sebelum berperang.
Okey cukup basa-basi soal guenya.
Konsep ekspansi hidup ini jadi sesuatu yang penting dan menurut gue harus dimiliki semua anak muda. Semua anak muda harus punya visi dan target. Untuk meluluskan semua visi dan target itu ya kita semua harus punya misi.
Konsep ini nggak pernah mudah diterapkan. Sekali lagi, ada sisi pengecut di sela-sela hati yang narsis.
Ekspansi hidup bagi orang yang sangat suka tantangan adalah lahan uji adrenalin.
Bagi sebagian orang yang merasa terketuk pintu hatinya, ekspansi hidup jadi motivasi dan perjuangan yang tidak bisa dihentikan.
Dan bagi orang kayak gue, ekspansi hidup jadi sebuah perjalanan panjang. Gue akan menuliskan perjalanan panjang itu sendiri, dengan tangan gue, berpedoman hidup gue, dan dengan cara gue sendiri. Dan iya, gue ga bisa terus-terusan berada di zona nyaman, main lokal. Tuhan dengan baik memberikan seluruh fasilitas dan organ lengkap untuk mengembangkan diri.
Gue cuma pengen suatu hari bisa nolong dan ngebahagiain orang lain. Tapi saat ini mari mengekspansi hidup untuk minimal membanggakan diri meskipun cuma satu kali.
semakin jarangnya gue ngeblog, semakin jarang juga orang untuk mampir baca di sini.
Kali ini mau ngeshare satu manga that I recently read.
Kreatornya adalah Inio Asano. Sebenarnya manga-nya sendiri udah lama banget, sekitar tahun 2005-2006. Gue juga tahu karena si Gery cerita dia abis nonton film dengan judul yang sama beberapa bulan lalu.
Sebenarnya alur ceritanya sangat cepat (mungkin karena komik), benar-benar menggambarkan real life dan nggak mengada-ada. Baca ini seperti di bawa ke runtututan pemikiran filosofis tentang hidup karena dialognya yang super dalam. Konfliknya sederhana, tapi menyentuh.
Di usia gue yang 19 tahun ini gue jadi menyadari banyak hal dan makin bertanya-tanya sama diri sendiri tentang apa yang sebenarnya pengen gue lakukan dan gue lalui. Apakah gue cukup puas dan bahagia dengan yang gue jalanin sekarang. Dan sejujurnya masa muda gue ini minim tantangan dan minim karya. Satu hal yang gue ga mau sesalin adalah masa muda gue ini. Yang ternyata... memang sangat membosankan karena gue berada di bawah langit yang sempit dan terasa akan jatuh menyentuh gedung pencakar langit tidak lama lagi. Gue belum melakukan banyak hal kecuali melihat hal yang itu-itu aja, menyelesaikan masalah yang itu-itu saja, dikerjain rutinitas yang itu-itu aja, dan melihat dari perspektif mahasiswa. Gue ga sebebas dahulu. Sebenarnya gue bingung sejak kapan gue merasa kehilangan kebebasan ya? Kayaknya lama banget, kayaknya sejak SMA, atau mungkin lebih lama? Bebas di sini... gue hampir lupa caranya berimajinasi. Imajinasi gue ya hal-hal yang gue lihat sehari-hari. Boring? yeah
Soundtrack film ini berjudul Solanin yang dinyanyikan Asian Kungfu Generation. Lagunya bercerita tentang sebuah perpisahan. Bisa diinterpretasikan sebagai penyambutan untuk diri yang baru, masa depan yang baru. Bisa juga waktunya untuk move on dari cinta lama. Bisa juga diartikan sebagai ya... Goodbye my dream future.
Semalaman gue mendengarkan lagunya sampai tidur... Mengucapkan selamat tinggal pada salah satu kegagalan yang akhirnya gue alami setelah sering merasa berhasil. Padahal jika gue berhasil minimal tahap pertama saja, gue bisa melihat hidup gue berubah dan gue bisa melihat diri gue yang lain. Mungkin yang sebenarnya. Mungkin sebuah harapan baru. Tapi saat ini, mungkin Tuhan memberi tahu ada jalan lain untuk gue tempuh mungkin jalan yang selama ini gue rencanakan. Mungkin... semua mungkin di dunia yang penuh kemungkinan ini.
Thought I caught a glimpse of the future but now it's goodbye...
I should find another dream. I should find a way. And I will make myself worth to live.
Singkat, padat, jelas...
Gue bukan maba lagi. *goyang-goyang*
Sebenarnya sih nggak bagus juga. Itu tandanya gue makin tua, berarti apa yang gue lakukan bakal lebih diamati dan anehnya ditakuti. Kenapa ditakuti? Karena kalau itu buruk bisa aja ditiru sama yang lebih muda karena dianggap legal untuk dilakukan. Jadi gue harus berlaku yang baik-baik aja gitu? Nggak juga sih, yang penting bisa dipertanggungjawabkan.
Aduh, sekalinya ngeblog ngalor ngidul.
Kembali di masa yang baru ini gue sudah punya segudang rencana yah well, mungkin segudang mimpi juga. Ada satu suara di pikiran gue yang terus-terusan berkata, "If you really want it to be true, so live it for someone." Anehnya emang karena gue nggak suka dengar kata-kata: "Setidaknya kita harus mencintai diri kita sendiri dulu, baru deh mencintai orang lain."
Bukan karena gue nggak cinta diri gue sendiri, tetapi ketika gue mencintai diri gue sendiri, gue merasa menjadi orang paling egois. Bagi gue saat-saat mencintai diri sendiri adalah ketika gue sudah yakin sudah berhasil. Jadi gue nggak perlu bersusah-susah lagi dan tinggal menikmati yang ada aja. Sayangnya, gue belum mencapai kesuksesan karena sukses itu nggak ada limitnya. Untuk mencapai apa yang disebut sukses berarti rasa syukur harus diucapkan lebih banyak dan baik, bahkan lebih dari hitungan detik. Dan dalam hidup gue, gue masih ingin terus berdoa kepada Tuhan dan berusaha. Dalam berusaha juga tidak ada yang namanya kemulusan. Pasti akan ada rasa sakit. Ketika sakit, percaya deh ada satu detik dalam hidup kita yang pengen marah dan membenci diri sendiri.
At least, ketika merasa sudah cukup jangan lupa untuk bersyukur. Selanjutnya jangan lupa untuk merencanakan hal yang baru lagi. Bukan manusia tidak pernah puas, tetapi manusia terlalu kreatif untuk berhenti hanya pada satu hal. Mungkin kita pernah melakukan hal yang begitu besar lalu selanjutnya kita ingin melakukan hal yang kecil. Ya lakukan aja.
Karena gue belum ada apa-apanya dan juga masih cemen, gue mem-push diri gue untuk berani. Keberanian adalah langkah awal dari segala langkah menjalani sesuatu. Keberanian adalah dasar tanggung jawab dan dasar menerima resiko juga dasar mencari solusi.
Setidaknya itu yang mengganggu malam-malam gue belakangan ini. Ya, segudang mimpi segudang hal yang harus dilakukan juga sebuah keberanian. Dibalik sebuah perspektif "I hate myself" yang agak esktrim.
P.S: Tetap berani untuk bergerak ya Gery Fathurrachman, tetap berani untuk berpikir dan tetap berani untuk berdiri di atas pikiran sendiri. I know you better than you've ever thought. Mungkin kamu nggak melakukan hal-hal yang bisa dilakukan orang lain karena ya lagi-lagi "mager", tapi ketika kamu mengerti kamu bisa melakukan hal yang lebih baik. Seperti halnya waktu kamu berjuang buat SNMPTN dulu juga ketika memilih sikap di antara dua pilihan yang kita tahu sama-sama "tidak baik" (itu mengapa menjadi sangat sulit). You're the best and I'll always support you :)
Tahun 2012 sudah setengah jalan. Sekarang gue sudah naik semester 3. Wah udah 1 tahun berkecimpung di dunia perkuliahan yang ternyata super sekali saudara-saudara. Sayangnya, bukan tambah rajin gue malah semakin ga produktif menulis. Tapi bukan berarti gue adalah mahasiswa pasif yang keberadaannya sangat tak berguna ya. Hem... Gue lumayan aktif kok. Aktif bergerak, aktif bersosialisasi, dan juga aktif bolos rapat kalo pulang kesorean. Hehehehehe
Talking about my last GPA, it disappointed me. :(
Menurun 0,3. Sedih banget deh kalau lihat SIAK minggu lalu.
Gue memutuskan untuk semester depan lebih seimbang lagi dalam berkegiatan dan kuliah. Semester dua kemarin gue sama sekali ga bikin catatan dan jarang banget beli handout dosen di penjara (it's not literally a jail, ini tempat fotokopian).
Udah ah cukup prolognya. Gue mau share tentang bagaimana gue mengawali liburan 3 bulan gue yang ke-2! Yippie!
Tanggal 6 Juni 2012 kemarin si Farraz ulang tahun. Gue, Aini, Ina, Ajeng, Nadia, Anditha, dan Gabby ngasih kejutan ke kosan Farraz. Karena hari itu gue ada wawancara magang jadinya gue buru-buru ngejar waktu ke kosannya Ajeng. Eh ujung-ujungnya gue dan yang lain malah tidur siang di sana karena si Farraz pulang dari kampus malem.
Kejutannya agak failed sih... OKE SKIP!
But overall it so amazing to spend a night with the girls. Biarpun cuma makan kue kecil dan mie instan kita masih bisa seneng-seneng. Mulai dari nontonin video anak SMP yang super gaul *seriusan, gue aja ga separah itu pas SMP*, video cover Call Me Maybe, ngelawak, stalking timeline, hingga tidur di kamar kost Farraz yang super kecil.
Besoknya kita ditraktir si birthday girl deeeh... hoho
Sayang banget Ajeng ga bisa ikut pas traktiran karena ada musibah. :(
Hari Sabtu tanggal 9 gue, Aini, dan Ajeng cao lagi nih ke Puncak. Kali ini agendanya Kumpul Tengah Tahun BO FISIPERS UI (Badan Pers Mahasiswa FISIP UI). Sebenarnya sih ini rapat triwulan, tapi lebih berasa liburannya. Seru banget, keluarga ini memang membuat gue merasa nyaman berada di dalamnya. Sayang sih yang ikut cuma dikit, padahal anak FISIPERS tuh 50 orang lebih. Dari Divisi Reporter aja yang dateng cuma gue, Kak Rini, sama Kak Jojo. Yoweslah... yang penting SERU BANGET! Makasih banyak anak-anak PSDM!!
Bottom: (left to right) Kak Rini, Vita Loki, Kak Frima, Kak Wulan, Aini, Kak Iffa, Kak Syifa, me, Dipta
Kalo yang terakhir ini jelas banget deh, will be my unforgetable moment! Seperti yang gue bilang, gue ga terus-terusan belajar di kampus. Gue reporter di Fisipers dan juga jadi laler kepanitiaan hehehe. Ini salah satu kepanitiaan yang berkesan bagi gue setelah LIMAS UI.
Divisi Sosial Masyarakat BEM FISIP UI 2012 bekerja sama dengan Divisi Kajian dan Aksi Strategi BEM FISIP UI 2012 mengadakan FISIP MASUK DESA 2012 "Berbagi, Melayani, Menginsipirasi". Di sini gue jadi panitia acara divisi Hiburan. Gue cuma berdua sih sama Aini jadi anak hiburan. Biarpun di hari H yang lebih banyak menghibur si Aini dibanding gue hahaha.
Acara ini diadain di Dusun Cikadu, Desa Rumpin, Parung, Jawa Barat. Merupakan agenda pengabdian masyarakat bertema social service. Mengikut sertakan anak-anak FISIP juga kami menghabiskan waktu 3 hari 2 malam dan berkontribusi dalam bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Kewirausahaan.
Huft ga bisa berkata banyak, yang pasti pengalaman ini membawa perspektif baru di hidup gue. Dan berhubung kita angkatan pertama untuk acara ini, tahun depan gue bakal daftar lagi jadi peserta hehehe.
Daripada berkata banyak-banyak nih gue kasih liat aja ya foto dan ada videonya :)
Huaaah... gue mau lebih produktif. Bulan depan gue udah magang jadi reporter di salah satu koran nasional. Bulan depan juga udah puasa. Harus jaga kesehatan. Liburan ini bakal gue manfaatkan untuk berkarya, ngecas batere jiwa, dan menjalin silahturahmi dengan teman-teman lama. Tentunya menghabiskan waktu juga dengan si pacar yang selalu sibuk dengan kegiatan organisasinya hehe. Tapi makasih banyak lhoo Ger minggu lalu rela-relaan kita mengantri waiting list teater JKT48 selama 7 jam hehehe.
“Pantang
pulang sebelum padam, walau nyawa taruhannya.” Sebuah motto penggerak dan
tujuan profesi. Para pasukan pemadam kebakaran akan selalu hadir untuk
masyarakat. Hanya air, hati ikhlas, dan keyakinan sebagai senjata untuk
menghadapi si jago merah.
Bagi M. Saifuddin (28) berada di tengah
kobaran api adalah kewajiban sekaligus resiko. Delapan tahun berprofesi sebagai
pemadam kebakaran belum pernah menyurutkan api di dalam hatinya untuk mengabdi
kepada masyarakat.
Terlahir dengan ayah seorang pemadam
kebakaran membuat Saifuddin tidak asing dengan profesi yang digelutinya saat
ini. Selepas lulus SMA ia langsung mengikuti tes masuk pemadam kebakaran. Ia
menempuh pelatihan selama tiga tahun sampai akhirnya pada tahun 2004 resmi
bergabung dalam pasukan.
Beberapa musibah kebakaran di sekitar
Jakarta pernah ditanganinya. Beragam pengalaman
pun sudah di dapatkan. Meskipun belum pernah cedera, Saifuddin selalu
bersikap waspada dalam bertugas. Saat ini Saifuddin bertugas di Sektor
Rawamangun, Jakarta Timur.
Menurut rekan satu kompinya, Dadang,
Saifuddin dikenal ramah dan suka menolong.
Pahlawan Tak Dikenal
Saifuddin tidak pernah bercita-cita
untuk menjadi pemadam kebakaran. “Orang bilang harus punya cita-cita setinggi
langit. Cita-cita saya juga setinggi langit. Namun pada akhirnya saya harus
menggapai sesuatu yang lebih dekat,” tuturnya sambil tersenyum.
Lahir dan tumbuh di Jakarta serta pernah
mengenyam pendidikan di sekolah favorit tidak membentuknya menjadi pengejar
uang. Berstatus PNS Golongan 2A, pemadam kebakaran bukanlah profesi dengan gaji
yang besar. Saifuddin mengaku bekerja dengan hati yang ikhlas. Walau kadang
jauh dari anak dan istri, ia tetap merasa senang dengan pekerjaannya. Baginya
suatu kebanggaan bisa menjadi pelayan masyarakat.
Saifuddin menganggap menjadi pemadam
kebakaran adalah bagian dari ibadah. Pekerjaan ini juga merupakan salah satu
bentuk balas jasa kepada masyarakat. “Bukan masyarakat yang membutuhkan kami,
tetapi kami yang sebenarnya membutuhkan masyarakat,” ujarnya.
Tugas pemadam kebakaran sebenarnya
dibagi ke dalam tiga rangkaian yaitu pencegahan, pemadaman, dan penyelamatan. Untuk
penyelamatan, ranah tugasnya pada bencana alam dan hal-hal kecil. “Kalau ada
kucing yang tidak bisa turun dari genteng, kami bersedia dihubungi untuk menyelamatkan,”
kata Saifuddin. Sedangkan untuk tugas pencegahan, pemadam kebakaran sering
mengadakan sosialisasi ke tingkat RT hingga kelurahan dan ke sekolah-sekolah
dari jenjang SD hingga SMA.
Tidak takut akan api juga menampilkannya
sebagai sosok yang pemberani. Tanpa disadari orang-orang merasa aman jika
berada di dekat pemadam kebakaran. Bahkan Saifuddin mengaku ia dan
teman-temanya pernah ditawari menjadi menantu oleh tetangga-tetangga mereka.
Ini merupakan sisi lain yang menarik bagi Saifuddin
Ia mengharapkan masyarakat tidak segan
untuk meminta bantuan kepada pemadam kebakaran. Mereka akan siap siaga hadir
untuk membantu dalam usaha pemadaman dan penyelamatan. Saifuddin menjamin bahwa
sebagai pelayan masyarakat, mereka bersih dari praktik pungutan liar. Ia juga
bersedia dikritik dan diberikan sanksi jika dinilai lalai oleh masyarakat.
Pemerintah Peduli
Pemadam Kebakaran berada di bawah
Pemerintah Daerah. Hanya urusan pelatihan anggota saja yang menjadi tanggung
jawab Pemerintah Pusat.
Dahulu upah pemadam kebakaran hanya Rp
12.500,00 per bulan. Namun sejak Presiden Abdurrahman Wahid menjabat,
kesejahteraan para pekerja mulai diperhatikan termasuk pemadam kebakaran.
Sewaktu Saifuddin masuk, gajinya sebesar Rp 750.000,00. Berjalan seiring dengan
adanya kebijakan Upah Minimum Regional (UMR), gaji yang didapatnya sudah setara
UMR dilengkapi dengan berbagai tunjangan dan asuransi.
“Saya cuma bisa bilang gaji saya cukup,”
jawab Saifuddin yakin. Ia dan rekan-rekannya tidak mengeluhkan gaji karena
mereka merasakan bahwa pemerintah sudah memfasilitasi dengan baik.
Pemadam kebakaran layaknya sahabat
masyarakat. Karena sahabat selalu bersedia membantu ketika musibah datang.
Saifuddin mengharapkan akan ada lebih banyak pemuda yang mau menjalani profesi
ini. Uang hanyalah setitik debu bila dibandingkan dengan pahala menyelamatkan
sebuah nyawa.
Aninta Ekanila
Mahasiswi Ilmu Komunikasi (Jurnalisme), FISIP UI 2011
***
Feature ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Dasar-Dasar Penulisan.
Sejujurnya apa yang saya dapat lebih dari ini, tetapi sesuai anglenya yang disorot adalah prinsip tokoh untuk tetap mengabdi kepada masyarakat.
Karena saya masih baru belajar dan perlu banyak belajar yang saya harapkan di sini bukan orang nilai bagus tidaknya tulisan, tetapi informasi tentang tokoh yg ada di dalamnya.
Eh ya, kritik dan saran yang berhubungan dengan penulisan diterima banget lho. Mungkin tentang pemilihan gagasan, tanda baca dan EYD, atau yang lainnya.
Mengapa hidup menjadi sangat-sangat susah belakangan ini?
Mungkin karena sudah seharusnya di jenjang usia yang sudah jauh lebih dewasa, gue menghadapi pendewasaan. Nyatanya gue masih belum bisa mengantisipasi bahkan mencari solusi terbaik. Apa gue yang masih belum dewasa?
Ya ga ada indikator pastinya sih.
Tapi dari apa yang pernah gue lakukan, gue katakan, dan gue buat.
Sebenarnya beberapa hari ini gue lagi mabok semabok-maboknya orang mabok.
Kayaknya pengen nangis, tapi menyesal kan bukan gaya gue. *ceilah belagu lo nin*
Mau share sedikit aja, belakangan ini gue suka bengong dan ngerasa jalan sambil tidur. Padahal sebenarnya gue benar-benar lagi menginjakkan kaki keluar rumah dan menuju kampus. Tetapi rasanya mata gue blur dan badan gue kelewat enteng. Otak gue berasa kosong, tapi sebenarnya lagi bergumul dan kadang-kadang bikin gue meleng wkwkwk.
Gue tahu persis apa yang gue kejar di hidup gue. Mungkin bisa dibilang kebahagiaan. Ga pernah ada bentuk nyata persis seperti cita-cita "dokter" atau "presiden".
Somehow, gue cuma berpikir supaya gue jadi orang yang berguna.
Gue pengen jadi penulis, jurnalis, bahkan ibu dan istri yang baik. Sampai sekarang pun itu yang sangat gue inginkan.
Tapi belakangan ini gue suka bingung, apa gunanya itu semua kalau cuma buat diri gue sendiri?
Ya gue sedih kalau bahagiain diri sendiri aja belum bisa, tapi mau sok-sokan bahagiain orang lain.
Sayangnya, gue kepengen hidup ga cuma buat diri gue sendiri. Gue pengen jadi orang yang hadir dan dibutuhkan orang lain. Gue pengen ngebahagiain banyak orang.
Gue ga tahu dari mana asalnya pemikiran kayak gini. Rada ganggu sih kadang-kadang gue jadi mikir gimana caranya gue bantu orang lain, modalnya apa, apa yang gue butuhkan. Kadang membuat gue stress. Tapi ngebayangin kalau semua terealisasi itu sungguh sesuatu yang melegakan. Ngebayanginnya aja melegakan, apalagi beneran terjadi.
Sedikit banyak mungkin gue terpengaruh pacar gue yang seriously, he's better than anyone else. Gue bersyukur bisa punya orang sehebat dia di sisi gue saat ini.
Sedikit banyak juga mungkin gue kecemplung di tempat yang sangat komplit untuk belajar. Oke singkirkan label nama universitas dan embel-embel yang mengikutinya. Di sini gue ketemu orang-orang baru, masalah-masalah baru, kehidupan yang lebih kompleks, pembelajaran informal yang sulit didapatkan di tempat lain, dan kepedulian.
Gue menemukan orang yang punya cita-cita sama kayak gue. Gue menemukan sebuah cerita yang membuat gue lebih termotivasi. Gue menemukan sebuah pengalaman yang orang lain mungkin nggak bisa dapatkan di tempat mereka sekarang.
Gue sih bukan orang yang berhasil-berhasil amat. Tapi setidaknya gue sangat berharap apa yang gue dapat saat ini bisa menjadikan gue orang yang berhasil suatu hari nanti.
Akhir-akhir ini gue berpikiran, untuk menjadi orang yang benar-benar berhasil bagi diri gue sendiri dan juga orang lain. Insya Allah, orang tua, keluarga besar, pendamping hidup, teman-teman, bahkan anak-anak gue nanti bisa bangga sama gue. Amiin...
Btw buat @ainibestari, thanks banget cerita-cerita soal pendidikannya, mudah-mudahan visi kita tercapai ya. Ayo kerja keras!!!
Saya adalah salah satu dari sekian juta masyarakat Indonesia yang memandang sinis demonstrasi. Ya saya juga salah satu dari sekian juta masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa demonstrasi tidak akan menghasilkan solusi apapun.
Dan jika kedua variabel tersebut ditanyakan alasannya maka saya akan menjawab dengan sangat naif.
Untuk statement pertama maka saya akan jawab: di media kita sering temui demo itu akrab dgn anarkisme dan gambar yg disajikan tak urung menggambarkan kekerasan.
Untuk statement kedua maka saya akan jawab: demo belum tentu didengerin karena yang didemoin terlalu sering didatengin massa dan mereka juga ngebiarin aja, it means useless.
Tapi, cobalah berkontemplasi sedikit....
Ini tahun pertama saya sebagai akademisi, mahasiswi di salah satu universitas terbaik negri ini. Mereka menyebutnya "Kampus Rakyat" dan "Kampus Perjuangan" sama dengan apa yang dideklarasikan para senior ketika Reformasi 1998. Di tahun ini pula ada satu momentum nasional di mana teman-teman dari kampus saya ramai-ramai turun ke jalan untuk demonstrasi dan mengawal Sidang Paripurna DPR (30/3/2012) mengenai Pencabutan Subsidi BBM.
Banyak di antara mereka adalah yang kontra terhadap kebijakan pemerintah tersebut, namun beberapa mahasiswa yang pro juga tetap ikut berunjuk rasa.
Bagaimana pendapat Anda?
Saya mencoba meluruskan cara berpikir saya dan menelaah lagi esensi demonstrasi.
Di negara kita which is Indonesia itu demokrasi ya, mengutarakan pendapat adalah hak asasi yang dijunjung tinggi. Di negara kita, mengkritisi pemerintah bagaikan sebuah kewajiban untuk mengawal jalannya kehidupan berpolitik. Ya sebagai masyarakat demokrasi, partisipasi warga negara turut menjadi tolak ukur jalannya pemerintahan. Kalau rakyat tidak suka, bisa-bisa pemerintahan digulingkan. Karena prinsipnya kan kedaulatan rakyat.
Itu dia mengapa demokrasi akrab dengan demonstrasi. Karena di sinilah bukti bahwa masyarakat tidak cuma bisa jadi 'spectators' tapi bisa juga juga jadi 'gladiators'.
Demonstrasi adalah bagian dari aksi. Kita tidak bisa diam saja tentu. Maka dari itu aksi adalah sebuah pilihan. Aksi adalah bentuk rasa bahwa memang ada sesuatu yang harus dilakukan. Aksi membutuhkan pemikiran, membutuhkan konsep, membutuhkan tujuan, membutuhkan semangat, membutuhkan nyali. Demonstrasi adalah yang nyalinya paling besar mungkin. Biarpun kita tahu aksi ini cenderung kurang solutif. Tapi di sinilah menariknya demonstrasi.
Saat ini saya melihat demonstrasi yang multi interpretasi. Bagi teman-teman saya di kampus, demonstrasi adalah cara untuk menunjukkan kepedulian. Makanya demo mahasiswa dari kampus saya sangat-sangat damai dan cenderung tertib dan teratur. (sedihnya ga ada media televisi yang ngeliput, yang diliput yang di gerbang depan DPR yang pagarnya jebol) Tapi bagi sebagian mahasiswa atau aktivis lain, demo artinya berjuang sampai mati. Ini membuat demo terlihat seperti perang. Memang badan harus siap disikut, siap dipukul. Yang di dalam gedung DPR aja kemarin sampai dipiting padahal mereka cuma meneriakkan slogan pro rakyat.
Masyarakat membutuhkan figur yang akan membawa nama mereka dengan tindak tanduk yang bersahabat. Itu mengapa ketika teman-teman saya menuju lokasi banyak masyarakat yang melambai, mendoakan, dan bahkan ketika di lokasi mulai dari pedagang hingga polisi bersikap sangat ramah.
Dan pandangan saya masih sama, buat kampus yang masih bakar-bakar ban atau bakar mobil apalagi merusak fasilitas umum, mungkin makna demonstrasinya harus diubah sedikit. Apalagi kalau mengatasnamakan kepentingan rakyat. Agak dilema moral lho sebenarnya melihat polisi kita yang which is dari kalangan menengah ke bawah 'terpaksa' melawan orang-orang yang juga membela keluarganya karena orang-orang tersebut tidak bisa menjaga ketertiban. Dan mana ada masyarakat yang tidak marah kalau hasil bayar pajaknya dirusakin. Bayangin biaya proyek yang katanya lahan empuk korupsi itu harus dikeluarkan lagi hanya untuk memperbaiki fasilitas umum yang rusak karena demo.
Okey back to topic lagi, demonstrasi ternyata bukan aksi yang useless.
Pemerintah tetap merasa terdesak dengan permintaan massa. Meskipun pemerintah masih memiliki hak untuk mengambil keputusan yang sudah mereka wacanakan sebelumnya.
Setiap orang punya kapasitasnya sendiri untuk menyatakan kepedulian dan menyampaikan pemikiran mereka. Segala aksi dimulai dengan hati. Tetap ingat untuk gunakan logika dalam berpikir dan hati untuk bergerak.
Setiap orang juga punya kapasitasnya sendiri-sendiri. Untuk memulai aksi kita tetap butuh kajian yang jadi dasar tuntutan. Beberapa hanya bisa demonstrasi, sementara yang lainnya bisa masuk ke dalam gedung DPR menyuarakan aspirasi atau menulis artikel opini di koran yang turut serta membangun perspektif masyarakat.
Ya mulai dari sini saya mencoba memandang positif aksi demonstrasi. Biarpun saya tetap tidak setuju kalau ada lempar-lemparan batu dan pembayaran massa. Murni deh kalau dua aksi yang terakhir itu sih namanya cari ribut. Cari ribut itu baru yang ngejelek-jelekin almamater.
Aksi demonstrasi damai bukan berarti main aman dan cari muka. Aksi damai artinya tahu tempat dan tahu batasan.
Selamat malam! Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!
Saya melihat diri saya, jauh berkaca pada cermin pribadi.
Apakah saya sejahat itu?
Apakah saya benar-benar telah berubah?
Tidak.
Saya rasa saya sudah jauh melangkah dari apa yang pernah saya lalui. Saya sudah jauh dari mengikuti diri saya sendiri. Saya seperti berada 10 langkah lebih maju dari apa yang saya pikir saya mampu lakukan.
Mungkin mereka hanya berpikir, saya adalah perempuan kecil yang terbiasa duduk di balik meja dan alat tulisnya. Diam dengan tenang, membaca keadaan, dan lalu memecahkan masalahnya sendiri. Mungkin juga mereka berpikir bahwa saya adalah orang yang lebih banyak akan bicara mengenai teori dibanding suatu penerapan.
Mungkin.
Mungkin saya menerapkan looking-glass self itu pada diri saya sendiri. Memantapkan role taking untuk menilai diri saya sendiri sebagaimana orang menilai saya.
Kening ini mulai sering berkerut dan mata saya terasa sakit karena memandang matahari untuk mencari jawaban "mengapa ia terlalu terang". Lucu jawabannya ternyata ada pada buku.
Ada satu isu sosial yang menyita waktu saya belakangan waktu ini. Saya bukan bagian dari pengambil keputusan, bukan juga bagian dari 'polisi kebijakan'. Ya saya hanya bagian dari masyarakat. Entah mengapa menjadi suatu pertentangan batin tersendiri ketika saya menyatakan sikap dan terlalu banyak orang yang menyerang. Apakah saya salah?
Ya mungkin bisa jadi saya salah. Dengan dihakimi sudah mati rasa, dihakimi tidak punya hati, hingga dihakimi menutup mata.
Namun ketika sikap ditentukan saya tidak pernah menengok ke belakang, karena yang saya lihat ada jalan di depan. Ada alasan mengapa saya berjalan. Ada konsekuensi yang harus saya hadapi. Dan ada kalanya untuk berhenti. Satu-satunya yang menjadi doa saya adalah apapun caranya berikanku Tuhan jalan menuju kebenaran.
Alhamdulillah... Hukum dan Pembangunan gue nggak perlu ngulang padahal gue udah belajar 3 hari 2 malam tetep aja nilainya C+.
Alhamdulillah kedua... ip gue turun drastis dari ip sementara, tapi masih di atas target 3.5 yap mulai dari bawah ya aninta. IP itu nilai. Nilai itu bukan ukuran. Nilai itu untuk menunjukkan maju mundurnya sebuah perjuangan. Mungkin bukan representasi yang benar, tetapi setidaknya kata temen gue, itu salah satu cara yang ada saat ini.
Gue percaya bahwasanya orang pintar masih kalah sama orang beruntung. Orang pintar juga memang masih kalah sama orang cerdik. Pada akhirnya orang pintar tidak menjamin segalanya.
Itu realita.
Lalu bagaimana logikanya?
Logikanya gue mempertanyakan keeksistensian orang pintar, orang cerdik, dan orang beruntung itu sendiri. Pada dasarnya itu semua terbentuk karena adanya sebuah siklus dan premis-premis semacam ini:
Seseorang yang rajin belajar, namun dia gagal masuk universitas.
Seseorang yang jarang banget belajar, tapi dia tahu strategi mengerjakan soal SNMPTN sehingga dia masuk universitas.
Seseorang yang datang menghitung kancing tanpa ada yang tahu serajin apa dia belajar atau sejago apa dia mengatur strategi dan dia berhasil menjadi bagian dari belasan mahasiswa yang diterima di sebuah jurusan di universitas.
Ada ribuan orang pintar, ribuan orang yang sudah mempersiapkan strategi matang untuk mengerjakan SNMPTN, dan hanya belasan-seratus orang beruntung yang bisa lolos.
Jika digambarkan maka bentuknya akan semakin mengerucut.
Tapi di sini, yang mau gue tekankan bukan: "hai jadilah orang yang beruntung kawan-kawan"
Sebuah realita ada untuk dipahami mengapa bisa terjadi sehingga kita tahu apa yang terbaik bagi kita.
IMO, lucky person does exist. ONE IN A MILLION. Tidak ada yang pernah tahu seberapa beruntungkah dia. Satu lagi, setiap orang bisa menjadi beruntung, mungkin sekali seumur hidupnya, mungkin kadang-kadang, mungkin juga setiap hari.
Lalu mengapa ada yang hidup dengan rasa pesimis dan mengapa ada yang hidup dengan rasa optimis?
Itu tergantung mindset.
Orang yang optimis percaya bahwa keberuntungan ada di tangannya jika dia terus berusaha. Dengan cara apapun pasti akan mewujudkannya.
Orang yang pesimis percaya bahwa mau dia kayak apapun, dia juga ga bakal bisa. Dalihnya bisa karena dia tahu kapasitasnyalah, atau banyak orang yang terlihat lebih hebat dari dia.
Biasanya orang akan cenderung pesimis setelah mendengar kutipan "orang pintar masih kalah sama orang beruntung." Naaah... lhooo
Lama-lama kata-kata tersebut bakal membekas dan menjadi mindset. Dan kalau sudah jadi mindset. Bakal susah bagi seseorang untuk mengerti dan mendengarkan lagi kata hatinya, mengingat lagi tujuannya, apalagi untuk membangkitkan semangatnya.
Gue membuang jauh-jauh hal tersebut dari pikiran gue waktu gue mau SNMPTN. biarpun gue akhirnya ga ikut snmptn sih. Tapi sebagian besar teman-teman gue membuang jauh pikiran tersebut. Kompetisi diciptakan untuk menyeleksi orang-orang yang optimis dan yakin akan tujuannya. Permasalahan akan ada orang yang beruntung itu belakangan. Karena siapapun yang lulus mereka adalah orang beruntung. Dalam sebuah kompetisi pun, orang-orang beruntung adalah mereka yang mengerucut atau terseleksi dari orang-orang pintar dan orang-orang cerdik.
Jadi kesimpulannya orang beruntung adalah mereka yang berhasil membuktikan keoptimisan mereka, keberanian mereka, kepintaran ataupun kecerdikan mereka, kemampuan mereka, dan cara-cara mereka.
Mempercayai diri sendiri. Sepertinya itulah yang banyak temen gue ungkapkan sewaktu mereka menghadapi soal. Mungkin ini bisa jadi solusi bagi adik-adik kelas gue yang suka bbm gue "kakak aku agak pesimis" setiap kali ngomongin SNMPTN.
Gue nulis post ini bukan menyampaikan solusi juga sih. Tapi di sini gue mau menyampaikan sedikit pikiran gue, pengalaman orang-orang di sekitar gue, dan insya Allah bisa ngasih saran juga buat adik-adik kelas gue.
Kita ga perlu takut untuk menghadapi sesuatu. Setiap hal, setiap keputusan semua memiliki konsekuensi. Jangan sampai karena kita nggak mau keluar dari zona nyaman kita, kita jadi takut mengambil keputusan. Ambil keputusan yang paling berani. Keputusan yang sesuai hati nurani dan memiliki tujuan yang baik. Semua itu harus diimbangi dengan cara-cara yang berani juga. Cara yang berani tentu membutuhkan pengorbanan. Tapi percaya deh, setiap pengorbanan selalu berbuah manis kalau dilakukan dengan benar. Tapi.... kita jangan sampai lupa, ada satu kekuatan yang lebih besar dari kekuatan optimis manusia. Tangan Tuhan selalu bekerja. Bagi mereka yang selalu berusaha dan teguh kepada imannya, Tuhan tidak pernah menutup mata. Jika kita tidak diberikan apa yang kita inginkan, Tuhan memberikan apa yang sebenarnya baik buat kita.
Gue berdoa kok, buat kalian yang suka bbm atau sms gue minta saran, minta dikasih kiat-kiat, minta dikasih tahu tata cara dan kehidupan perkuliahan. Actually, gue juga baru mulai. Kita sama-sama belajar ya. Hidup kita masih panjang lhooo... Jangan sampai terbuang hanya untuk berpikir bahwa kita tidak bisa membangun masa depan sendiri. Dan yang paling penting jangan pernah menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak ada manfaatnya. Bersenang-senang dikit boleh lah, wajib malah hehehe...
Awal liburan diisi dengan jalan-jalan nemenin tiga cowok belanja di Senen *geleng-geleng*, nonton Jack n Jill, 3 hari bareng sama GC di Bogor, dan yang baru aja kemarin Jumat gue lalui... Nonton Pentas Besar Teater Tarakanita: "Catatan Si Boy".
Dan kali ini gue bener-bener kena demam 80's gara-gara penbes tarki. Duuh ga kuku deh.
Eh ya btw, Penbes Tarki itu seluruh castnya perempuan semua lo. Siswi-siswi SMA TARAKANITA 1. Dan CSB yang mereka bawakan ini kereeeeeennn banget. Kalau sudah pernah nonton original version Catatan Si Boy pasti berasa banget roman nostalgianya.
Kerennya lagi meskipun isinya cewek, semua peran laki-laki bisa dimainkan dengan baik. Apalagi peran Boy. Karena peran Boy itu kan peran utama dalam pentas ini. Dialognya mirip dengan dialog yang di film. Di tambah dengan improvisasi para aktris dan tambahan dialog lawak yang mengocok perut para hadirin yang hadir. Dialog dan adegannya interaktif bahkan sampai ada penonton yang diajak nari-nari juga sampai dikerjain pun juga ada. Selain itu pentas yang merangkum film Catatan si Boy 1 dan 2 ini memakan waktu hampir 4 jam. Namun dalam waktu 4 jam itu pemain tampil total dan kita yang nonton juga nggak bosen.
Siapa aja sih di pentas ini yang menyorot perhatian?
Pertama pasti tokoh Boy sendiri. Beeeh suaranya ngebass gada lengking-lengking cewek sama sekali, cing! Okey dan cewek-cewek di belakang gue pada berdecak "ih boy nya ganteng boy nya ganteng. pokoknya gue harus foto sama si Nindy (pemeran boy) nanti pas pulang."
Kedua absolutely Emon! Dari mulai gesture, lawakan, gaya ngomong, sampai nada suara mirip banget sama Didi Petet saat meranin Emon dulu. Si Emon ini menyita perhatian banget. Sampai-sampai ibu-ibu di depan gue ngakak mulu tiap kali Emon keluar.
Ketiga karakter Mira, pembantunya Vera (si bule pacar Boy). Ke sana kemari naik sepatu roda, hebat. Mana petakilan centil gitu. Emang digambarinnya lebih lebay sih dari film aslinya cuma ini dia sisi entertaining di teater ini yang menjaga penonton untuk melihat bahwa semua peran di sini itu penting.
Keempat karakter Cungkring dan Gombloh. Dikit sih penampilannya. Tetapi setiap kali tampil selalu bikin orang-orang ngakak. Suara cempreng kelakuan minus.
Kelima bapaknya si Vera. Ngakaknya lebay beda sih sama di film. Tapi kocak ini si Pak Jodi.
Gue nonton di hari pertama pementasan. Semua bangku dari VIP, Wings, dan Balkon hampir terisi penuh. Selain anak tarki, alumni, guru-guru, dan orang tua murid banyak juga kok hadirin dari luar tarki juga. Terbukti banget pentas tahunan anak tarki ini selalu jaya dan emang ditunggu-tunggu.
Oh ya ternyata Marwan Alkatiri sang penulis naskah Catatan Si Boy dateng juga lho buat menyaksikan penampilan cewek-cewek kece ini. Ayu Azhari sang pemeran Nuke di Catatan Si Boy 1 (1987) juga hadir.
What's cool bout this?
Mereka berhasil membuat gue tersihir dan sampai sekarang kecanduan segala hal yang berbau 80's. Tahun 80-an itu tahun yang keren banget. Indonesia lagi mulai-mulai menanjak modernitas, segala kesenangan anak muda sangat real mulai dari joget-joget, ngeceng di jalan Melawai, balapan, bermusik, berorganisasi, dll. Nggak kayak sekarang cuma seputaran media jejaring sosial, nongkrong berjam-jam ga jelas di tempat yang makanannya pun mahal. tempat bersenang-senang pun sekarang dikit banget. mall lagi mall lagi
Hemm...
Musik? Soal musik sih kita memang sudah banyak berkembang. Makin beragam juga. Tapi kadang gue ngerasa di dekade ini kita nggak punya ciri khas yang benar-benar booming kecuali K-Pop. Mungkin itu salah satu kesoktahuan gue aja atau hal yang gue rasain. Tapi rindu juga masa-masa mak gue masih muda. Gue mungkin belum lahir. Tetapi.... kalau nonton Warkop, nonton CSB, atau streaming video klip jadulnya Irianti Erningpraja ekekekek gue jadi kebawa serunya jaman itu.
Oh ya, tahu Bizzare Love Triangle nya Frente?
Ini lagu originalnya band New Order sebenarnya. Dan.... THIS IS EPIC! Lebih epic dari versinya Frente.
Okay sekian. Gue masih bersenandung sama lagunya Irianti Erningpraja-Ada Kamu. *aduh maaf ya saya kelewat jadul. udah jadul beginian lagi yang dinyanyiin* hehhe