sabato 21 gennaio 2012

"Orang pintar masih kalah sama orang beruntung." (?)

IT'S TRUE!

Gue percaya bahwasanya orang pintar masih kalah sama orang beruntung. Orang pintar juga memang masih kalah sama orang cerdik. Pada akhirnya orang pintar tidak menjamin segalanya.

Itu realita.
Lalu bagaimana logikanya?

Logikanya gue mempertanyakan keeksistensian orang pintar, orang cerdik, dan orang beruntung itu sendiri. Pada dasarnya itu semua terbentuk karena adanya sebuah siklus dan premis-premis semacam ini:
  1. Seseorang yang rajin belajar, namun dia gagal masuk universitas.
  2. Seseorang yang jarang banget belajar, tapi dia tahu strategi mengerjakan soal SNMPTN sehingga dia masuk universitas.
  3. Seseorang yang datang menghitung kancing tanpa ada yang tahu serajin apa dia belajar atau sejago apa dia mengatur strategi dan dia berhasil menjadi bagian dari belasan mahasiswa yang diterima di sebuah jurusan di universitas.
  4. Ada ribuan orang pintar, ribuan orang yang sudah mempersiapkan strategi matang untuk mengerjakan SNMPTN, dan hanya belasan-seratus orang beruntung yang bisa lolos.
Jika digambarkan maka bentuknya akan semakin mengerucut.

Tapi di sini, yang mau gue tekankan bukan: "hai jadilah orang yang beruntung kawan-kawan"
Sebuah realita ada untuk dipahami mengapa bisa terjadi sehingga kita tahu apa yang terbaik bagi kita.
IMO, lucky person does exist. ONE IN A MILLION. Tidak ada yang pernah tahu seberapa beruntungkah dia. Satu lagi, setiap orang bisa menjadi beruntung, mungkin sekali seumur hidupnya, mungkin kadang-kadang, mungkin juga setiap hari.
Lalu mengapa ada yang hidup dengan rasa pesimis dan mengapa ada yang hidup dengan rasa optimis?
Itu tergantung mindset.
Orang yang optimis percaya bahwa keberuntungan ada di tangannya jika dia terus berusaha. Dengan cara apapun pasti akan mewujudkannya.
Orang yang pesimis percaya bahwa mau dia kayak apapun, dia juga ga bakal bisa. Dalihnya bisa karena dia tahu kapasitasnyalah, atau banyak orang yang terlihat lebih hebat dari dia.

Biasanya orang akan cenderung pesimis setelah mendengar kutipan "orang pintar masih kalah sama orang beruntung." Naaah... lhooo
Lama-lama kata-kata tersebut bakal membekas dan menjadi mindset. Dan kalau sudah jadi mindset. Bakal susah bagi seseorang untuk mengerti dan mendengarkan lagi kata hatinya, mengingat lagi tujuannya, apalagi untuk membangkitkan semangatnya.

Gue membuang jauh-jauh hal tersebut dari pikiran gue waktu gue mau SNMPTN. biarpun gue akhirnya ga ikut snmptn sih. Tapi sebagian besar teman-teman gue membuang jauh pikiran tersebut. Kompetisi diciptakan untuk menyeleksi orang-orang yang optimis dan yakin akan tujuannya. Permasalahan akan ada orang yang beruntung itu belakangan. Karena siapapun yang lulus mereka adalah orang beruntung. Dalam sebuah kompetisi pun, orang-orang beruntung adalah mereka yang mengerucut atau terseleksi dari orang-orang pintar dan orang-orang cerdik.
Jadi kesimpulannya orang beruntung adalah mereka yang berhasil membuktikan keoptimisan mereka, keberanian mereka, kepintaran ataupun kecerdikan mereka, kemampuan mereka, dan cara-cara mereka.

Mempercayai diri sendiri. Sepertinya itulah yang banyak temen gue ungkapkan sewaktu mereka menghadapi soal. Mungkin ini bisa jadi solusi bagi adik-adik kelas gue yang suka bbm gue "kakak aku agak pesimis" setiap kali ngomongin SNMPTN.
Gue nulis post ini bukan menyampaikan solusi juga sih. Tapi di sini gue mau menyampaikan sedikit pikiran gue, pengalaman orang-orang di sekitar gue, dan insya Allah bisa ngasih saran juga buat adik-adik kelas gue.

Kita ga perlu takut untuk menghadapi sesuatu. Setiap hal, setiap keputusan semua memiliki konsekuensi. Jangan sampai karena kita nggak mau keluar dari zona nyaman kita, kita jadi takut mengambil keputusan. Ambil keputusan yang paling berani. Keputusan yang sesuai hati nurani dan memiliki tujuan yang baik. Semua itu harus diimbangi dengan cara-cara yang berani juga. Cara yang berani tentu membutuhkan pengorbanan. Tapi percaya deh, setiap pengorbanan selalu berbuah manis kalau dilakukan dengan benar. Tapi.... kita jangan sampai lupa, ada satu kekuatan yang lebih besar dari kekuatan optimis manusia. Tangan Tuhan selalu bekerja. Bagi mereka yang selalu berusaha dan teguh kepada imannya, Tuhan tidak pernah menutup mata. Jika kita tidak diberikan apa yang kita inginkan, Tuhan memberikan apa yang sebenarnya baik buat kita.

Gue berdoa kok, buat kalian yang suka bbm atau sms gue minta saran, minta dikasih kiat-kiat, minta dikasih tahu tata cara dan kehidupan perkuliahan. Actually, gue juga baru mulai. Kita sama-sama belajar ya. Hidup kita masih panjang lhooo... Jangan sampai terbuang hanya untuk berpikir bahwa kita tidak bisa membangun masa depan sendiri. Dan yang paling penting jangan pernah menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak ada manfaatnya. Bersenang-senang dikit boleh lah, wajib malah hehehe...

Semangaat yaaa 54 2012 :)

2 commenti:

  1. Hay Aninta blognya bagus.

    Kalau menurut saya kepintaran itu menjadi pendukung keberuntunganya. Karna dalam konteks premis yang kamu maksudkan, beruntung dan pintar nya dalam porsi yang berbeda jadi tidak bisa digambarkan sebuah kondisi satu faktor mengalahkan faktor lain.


    Dalam kasus PTN yang kamu jabarkan diatas, sebenarnya dapat ditarik kesimpulan seperti berikut :

    Tidak mungkin seseorang lulus ujian masuk karena dia 100% beruntung. Karna dalam mengerjakan soal, tentu dia memilih jawaban yang paling benar menurutnya (sekalipun mungkin dia tidak belajar atau soal tersebut asing baginya) sehingga dalam pengambilan jawaban tersebut kembali berdasarkan Inteligensi dan pengetahuan nya.


    Mungkin kesimpulan yang paling tepat adalah :

    Semakin anda cerdik dan pintar, maka semakin terbuka lebar pula kesempatan anda untuk menjadi orang yang beruntung


    Salam

    RispondiElimina
  2. Halo mas/mba Anonim. Makasih sudah mau sempat berkunjung.
    Maksud saya juga begitu kok, di sini malah sebenernya saya mau kasih gambaran kalau istilah orang pintar masih kalah sama orang beruntung itu jgn dijadikan acuan untuk berkompetisi. Karena kalau kayak gitu kita malah jadi pesimis terus. Mungkin emang gaya menulis saya jadi membuat pesan yang ingin saya sampaikan jadi bias.

    Kesimpulan yang Anda sampaikan memperbaiki tulisan saya. Terimakasih banyak :)

    RispondiElimina