Seorang gadis berdiri kaku. Kakinya mati rasa, seperti ratusan semut merayap dari balik jari-jarinya. Buku-buku kakinya tak tertekuk dan langkahnya mematung di tengah keheningan. Lututnya gemetaran, sementara betisnya keras seperti di dipaksa pen untuk tetap tegak.
Di sebelahnya berdiri seseorang lagi. Namun, dia berlutut pada lantai dingin yang membuat lututnya membiru hingga bagian paha yang tidak tertutup baju terusannya. Tangannya terjuntai lemas di kedua sisi tubuhnya. Namun, darah mengalir setitik demi setitik dari balik kuku-kukunya yang tajam.
Sementara seseorang berdiri di sampingnya lagi. Dia tidak berlutut, melainkan terduduk dengan kaki berselonjor. Tangannya membujur kaku di atas pahanya. Namun, air matanya mengalir. Bibirnya gemetar. Garis di bawah matanya membiru.
Si gadis terakhir berbicara, "Apa yang kau ambil dari kami?"
Seseorang menjawab dalam kekosongan, "Sesuatu yang kau punya."
Dia berbicara lagi, "Kenapa kau penjarakan kami seperti ini?"
Suara itu menggema lagi, "Sesuatu yang tidak baik untukmu."
Keheningan menjelma.
"Aku tidak dapat berjalan lagi," ujar gadis pertama. "Kakiku terlalu berat untuk digunakan melangkah. Namun, terlalu ringan untuk kugunakan menendang wajah seseorang."
"Aku memang tidak dapat berjalan," ujar gadis kedua. "Namun kini aku tidak dapat juga menyentuh apapun. Tanganku sudah mati rasa karena darahnya terlalu banyak keluar. Sebentar lagi aku menunggu kematian dalam detik-detik yang berlalu. Aku tidak pernah segan mencakar dan menyakiti orang dengan kuku-kukuku. Aku memang lumpuh, tapi aku tidak suka terlihat kecil."
Si gadis terakhir terdiam. "Lalu apa yang salah denganku? Mengapa kakiku tak mampu bergerak? Mengapa tanganku tak dapat merasa?"
Suara itu kembali menjawab, "Kau kehilangan jati dirimu."
Si gadis terakhir terdiam. Dia menatap kekosongan. Dan dalam hitungan detik semua berubah kembali menjadi kamarnya yang berantakan dan tanpa ada seseorang pun. Hanya dia. Dia sadar dia dapat menggerakan semua anggota tubuhnya. Dan tiba-tiba dia tahu, "Aku tidak pernah benar-benar menjadi diriku."
Nessun commento:
Posta un commento